Air adalah salah satu alat yang digunakan untuk bersuci atau thaharah dalam Islam. Air dapat digunakan untuk mensucikan hadats dan juga menghilangkan najis. Namun, kita tidak boleh sembarangan dalam memilih air untuk mensucikan hadats dan menghilangkan najis karena tidak semua air dapat digunakan untuk mensucikan hadats dan menghilangkan najis.
DAFTAR ISI |
Pada pelajaran fiqih kali ini, kita akan membahas apa saja macam-macam air yang dapat digunakan untuk bersuci atau berwudhu. Namun, sebelum kita membahas macam-macam air yang bisa digunakan untuk bersuci, kita perlu mengetahui bahwa dalam fiqih thaharah, air itu dibagi menjadi tiga yaitu :
- Air Suci Mensucikan
- Air Suci Tidak Mensucikan
- Air Najis
Berikut penjelasan ketiga pembagian air tersebut secara rinci :
A. Pembagian Air dalam Fiqih Thaharah
1. Air Suci Mensucikan
Air suci mensucikan adalah air yang zatnya sendiri suci dan dapat digunakan untuk bersuci atau berwudhu. Air suci mensucikan disebut juga dengan al-ma’u ath-thohur (الماء الطهور). Air suci dan mensucikan adalah air yang tetap pada sifat aslinya. Contoh : Air hujan, air laut, air sungai, dll.
2. Air Suci Tidak Mensucikan
Air yang suci tidak mensucikan adalah air yang suci tetapi tidak dapat digunakan untuk bersuci. Air suci tidak mensucikan disebut juga dengan al-ma’u ath-thohir (الماء الطاهر). Air suci tidak mensucikan adalah air yang berubah salah satu sifatnya karena tercampur dengan benda yang suci. Contoh : Air sirup, air kelapa, air teh, air kopi, dll.
3. Air Najis
Air najis adalah air yang berubah salah satu sifatnya karena tercampur benda najis. Air najis tidak dapat digunakan untuk bersuci. Air najis disebut juga dengan al-ma’u an-najas (الماء النجس).
B. Macam-macam Air untuk Bersuci
Pada pembahasan di atas, kita telah mengetahui bahwa air itu terdapat tiga jenis, yaitu air suci mensucikan, air suci tidak mensucikan, dan air najis. Berdasarkan pembahasan tersebut, hanya air suci mensucikan yang dapat digunakan untuk bersuci. Lantas, apa saja macam-macam air yang termasuk suci mensucikan?
Berikut ini beberapa macam air suci mensucikan yang dapat digunakan untuk bersuci dan berwudhu beserta penjelasan rinci dan dalilnya :
1. Air Mutlak
Air mutlak adalah air yang masih pada karakteristik atau sifat aslinya. Contoh : Air hujan, air sungai, air laut, mata air, air zam-zam, air sumur, air salju, air es, dll. Hukum air mutlak adalah suci dan mensucikan. Berdasarkan dalil-dalil berikut ini :
وَأَنزَلۡنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ طَهُورٗا
Kami turunkan dari langit air yang sangat suci.
[QS. Al-Furqan ayat 48]
وَيُنَزِّلُ عَلَيۡكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ لِّيُطَهِّرَكُم بِهِۦ
menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu
[QS. Al-Anfal ayat 11]
اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
Ya Allah bersihkanlah kesalahan-kesalahanku dengan air, salju, dan es.
[HR. Bukhori no. 744]
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ، الحِلُّ مَيْتَتُهُ
Air laut itu suci mensucikan dan halal bangkainya.
[HR. Tirmidzi no. 69]
2. Air Tercampur Benda Suci
Jika air tercampur benda suci dan tidak berubah sifat aslinya serta tidak didominasi oleh benda yang mencampurinya maka hukum air tersebut adalah suci mensucikan sehingga bisa digunakan untuk berwudhu dan bersuci. Berdasarkan hadits :
عَنْ أُمِّ هَانِئٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم اغْتَسَلَ وَمَيْمُونَةَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ، فِي قَصْعَةٍ فِيهَا أَثَرُ الْعَجِينِ
Dari Ummu Hani : “Bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan Maimunah mandi bersama dengan satu wadah yang di dalam wadahnya terdapat bekas adonan roti.”
[HR. Ibnu Majah no. 378]
Namun, jika air tercampur benda suci sehingga mengubah sifat aslinya baik itu warnanya, baunya, ataupun rasanya, atau didominasi oleh benda suci yang mencampurinya maka hukum air tersebut adalah suci tetapi tidak mensucikan sehingga tidak bisa digunakan untuk berwudhu atau bersuci.
3. Air Tercampur Benda Najis
Jika air tercampur benda najis dan tidak berubah salah satu sifat aslinya (baik itu warnanya, baunya, ataupun rasanya) maka hukumnya suci mensucikan dengan syarat air tersebut sejumlah minimal dua qullah (kurang lebih 270 liter). Berdasarkan hadits :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَتَتَوَضَّأُ مِنْ بِئْرِ بُضَاعَةَ، وَهِيَ بِئْرٌ يُلْقَى فِيهَا الحِيَضُ، وَلُحُومُ الكِلَابِ، وَالنَّتْنُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ المَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy ia berkata bahwa Rasulullah ditanya : “Wahai Rasulullah, bolehkah kami berwudhu di sumur budho’ah? Sumur tersebut adalah sumur pembuangan bekas haid, daging anjing, dan bangkai.” Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab : “Sesungguhnya air itu suci mensucikan dan tidak ada sesuatu yang membuatnya najis.”
[HR. Tirmidzi no. 66]
إِذَا كَانَ المَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الخَبَثَ
Jika jumlah air mencapai dua qullah maka ia tidak mengandung najis.
[HR. Tirmidzi no. 67]
Oleh karena itu, jika air tercampur benda najis sehingga berubah salah satu sifat aslinya (baik bau, rasa, ataupun warnanya) maka air tersebut najis meskipun jumlah air telah mencapai dua qullah. Demikian pula jika air yang tidak mencapai dua qullah tercampur benda najis maka air tersebut najis meskipun tidak berubah salah satu sifatnya.
4. Air Musta’mal
Air musta’mal adalah air yang bekas digunakan untuk mengangkat hadats, seperti air yang terjatuh dari anggota badan orang yang berwudhu atau mandi junub. Hukum air musta’mal adalah suci. Berdasarkan hadits dari Jabir radhiyallaahu 'anhu ia mengatakan :
جَاءَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَعُودُنِي وَأَنَا مَرِيضٌ لَا أَعْقِلُ، فَتَوَضَّأَ، وَصَبَّ عَلَيَّ مِنْ وَضُوئِهِ
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam datang menjengukku yang sedang sakit dan dalam keadaan tidak sadar. Lalu, beliau berwudhu dan mengusapkan air wudhunya kepadaku.
[HR. Bukhari no. 194]
Para ulama berbeda pendapat apakah air musta’mal bisa digunakan untuk berwudhu dan bersuci ataukah tidak. Sebagian berpendapat bahwa air musta’mal tidak dapat digunakan untuk bersuci sedangkan sebagian yang lainnya berpendapat bahwa air musta’mal dapat digunakan untuk bersuci.
Pendapat yang terkuat adalah bahwa air musta’mal dapat digunakan untuk bersuci selama tidak berubah salah satu sifat aslinya (baunya, rasanya, atau warnanya) karena air yang mengalir dari anggota tubuh orang yang berhadats tidaklah mengalami junub sehingga ia dapat digunakan untuk bersuci. Diriwayatkan dalam sebuah hadits :
عن ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي جَفْنَةٍ، فَجَاءَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لِيَغْتَسِلَ أَوْ يَتَوَضَّأَ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي كُنْتُ جُنُبًا. فقَالَ: الْمَاءُ لَا يُجْنِبُ
Dari Ibnu Abbas ia mengatakan : Sebagian istri Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam mandi besar dalam satu bejana. Lalu, Nabi datang untuk mandi atau wudhu. Lalu, istrinya berkata “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku junub!” Beliau bersabda : “(Namun) air tidak junub.”
[HR. Ibnu Majah no. 370]
Selain itu, orang yang berhadats tidaklah menyebabkan dirinya menjadi najis sehingga jika air mengalir pada orang tersebut maka ia tetaplah suci dan bisa digunakan untuk bersuci. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ
Sesungguhnya seorang mukmin itu tidak najis.
[HR. Muslim no. 371]
5. Air Sisa Manusia dan Hewan
Air sisa manusia atau hewan adalah air yang tersisa di dalam bejana bekas manusia atau hewan yang meminumnya. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :
Air Sisa Manusia dan Hewan Yang Halal Dimakan
Air sisa yang bekas diminum oleh manusia hukumnya adalah suci dan mensucikan sehingga dapat digunakan untuk berwudhu atau bersuci. Berdasarkan hadits :
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ
Sesungguhnya seorang mukmin itu tidak najis.
[HR. Muslim no. 371]
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: كُنْتُ أَشْرَبُ، وَأَنَا حَائِضٌ، وَأُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ فَيَشْرَبُ، وَأَتَعَرَّقُ الْعَرْقَ، وَأَنَا حَائِضٌ، وَأُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ
Dari Aisyah radhiyallaahu 'anha, beliau menceritakan : “Aku pernah minum dari sebuah gelas dalam keadaan haid. Lalu, aku berikan gelas itu kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam. Lalu, beliau meletakkan bibirnya di tempat bekas minumku, lalu beliau pun meminumnya. Aku juga pernah menggigit daging saat sedang haid, lalu daging itu aku berikan kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, maka beliau pun meletakkan bibirnya di tempat bekas bibirku.”
[HR. Nasa’i no. 380]
Adapun air sisa yang bekas diminum oleh hewan yang halal dagingnya maka air tersebut juga suci dan mensucikan sehingga dapat digunakan untuk bersuci dan berwudhu.
Air Sisa Hewan Yang Tidak Dimakan
Air sisa minuman hewan yang tidak dimakan, seperti binatang buas, keledai, dan lain sebagainya, maka pendapat yang terkuat adalah suci dan mensucikan. Terlebih lagi jika air tersebut berjumlah banyak. Namun, jika airnya sedikit dan berubah sifatnya karena diminum oleh hewan tersebut maka menjadi najis. Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ المَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
Sesungguhnya air itu suci mensucikan dan tidak ada sesuatu yang membuatnya najis.
[HR. Tirmidzi no. 66]
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam juga bersabda :
إِذَا كَانَ المَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الخَبَثَ
Jika jumlah air mencapai dua qullah maka ia tidak mengandung najis.
[HR. Tirmidzi no. 67]
Demikian pula air sisa minum kucing juga suci mensucikan sehingga dapat digunakan untuk bersuci atau berwudhu. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :
إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ، إِنَّمَا هِيَ مِنَ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ
Sesungguhnya kucing itu tidak najis. Sesungguhnya ia hanyalah hewan jantan dan betina yang mengelilingi kalian.
[HR. Nasa’i no. 68]
Air Sisa Anjing dan Babi
Air sisa bekas minum anjing dan babi adalah najis sehingga tidak dapat digunakan untuk bersuci atau berwudhu. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ، أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ
Cara mensucikan wadah kalian ketika terjilat oleh anjing adalah dengan membasuhnya sebanyak tujuh kali dan yang pertamanya menggunakan tanah.
[HR. Muslim no. 279]
Allah subhanahu wata'ala berfirman :
أَوۡ لَحۡمَ خِنزِيرٖ فَإِنَّهُۥ رِجۡسٌ
daging babi karena ia najis
[QS. Al-An’am ayat 145]