Arti Tafakur dalam Islam, Dalilnya, Macam-macam dan Contohnya

Arti Tafakur dalam Islam

Tafakur adalah salah satu amalan hati dalam Islam yang mulai banyak dilupakan. Betapa kehidupan dunia yang penuh dengan kesibukan ini sering kali membuat kita lupa untuk bertafakur terhadap ciptaan Allah yang ada disekeliling kita. Padahal, tafakur dapat memperdalam pemahaman terhadap pengetahuan, meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta kebijaksanaan dalam bersikap. Oleh karena itu, kita perlu mempelajari apa itu arti tafakur dalam Islam serta mengamalkan tafakur dalam kehidupan sehari-hari.

Pada artikel kali ini, kita akan mempelajari bersama apa arti tafakur dalam Islam, dalil-dalil tentang tafakur, macam-macam tafakur dalam Islam beserta contohnya, dan batasan-batasan dalam tafakur.

DAFTAR ISI

A. Pengertian Tafakur Secara Bahasa dan Istilah

Apa pengertian tafakur secara bahasa? Tafakur (arab : التفكّر) secara bahasa berarti at-ta’ammul (التأمّل) yang berarti berangan-angan dan an-nadzor (النظر) yang berarti memperhatikan. Tafakur berasal dari kata al-fikru (الفكر) yang berarti berpikir.

Apa pengertian tafakur secara istilah? Secara istilah, tafakur adalah pergerakan hati dengan memperhatikan bukti-bukti nyata. Ada juga yang mengartikan tafakur sebagai pergerakan hati dalam mencari arti sesuatu. Thohir ibnu ‘Asyur rahimahullah mengatakan bahwa arti tafakur adalah :

‌جَوَلَانُ ‌الْعَقْلِ فِي طَرِيقِ اسْتِفَادَةِ علم صَحِيح

Pengembaraan akal pikiran pada jalan untuk menggapai faedah pengetahuan yang benar.


[At-Tahrir wat-Tanwir : Jilid 7 Hlm. 243]

B. Dalil-dalil Tentang Wajibnya Tafakur

Tafakur hukumnya adalah wajib bagi seorang yang beriman. Tujuan Allah subhanahu wata’ala menurunkan Al-Quran adalah agar manusia bertafakur terhadapnya. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ إِلَّا رِجَالٗا نُّوحِيٓ إِلَيۡهِمۡۖ فَسۡـَٔلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ٤٣ بِٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلزُّبُرِۗ وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلذِّكۡرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيۡهِمۡ وَلَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ ٤٤

Kami tidak mengutus sebelum engkau (Nabi Muhammad), melainkan laki-laki yang Kami beri wahyu kepadanya. Maka, bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.

(Kami mengutus mereka) dengan (membawa) bukti-bukti yang jelas (mukjizat) dan kitab-kitab. Kami turunkan aż-Żikr (Al-Qur’an) kepadamu agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan.


[QS. An-Nahl ayat 43-44]

Tafakur juga merupakan perbuatan yang terpuji. Allah subhanahu wata’ala memuji hamba-Nya yang senantiasa bertafakur terhadap penciptaan langit dan bumi. Allah menyebut hamba-Nya yang bertafakur sebagai orang yang memiliki akal. Disebutkan dalam Al-Quran bahwa Allah subhanahu wata’ala berfirman :

إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ١٩٠ ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمٗا وَقُعُودٗا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلٗا سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ١٩١ رَبَّنَآ إِنَّكَ مَن تُدۡخِلِ ٱلنَّارَ فَقَدۡ أَخۡزَيۡتَهُۥۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنۡ أَنصَارٖ ١٩٢

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka.

Ya Tuhan kami, sesungguhnya orang yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka Engkau benar-benar telah menghinakannya dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang yang zalim.


[QS. Ali Imron ayat 190-192]

Allah subhanahu wata’ala menyebutkan tafakur bersamaan dengan penyebutan perumpamaan. Seakan-akan Allah memerintahkan hamba-Nya untuk bertafakur terhadap perumpamaan tersebut. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

أَيَوَدُّ أَحَدُكُمۡ أَن تَكُونَ لَهُۥ جَنَّةٞ مِّن نَّخِيلٖ وَأَعۡنَابٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ لَهُۥ فِيهَا مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِ وَأَصَابَهُ ٱلۡكِبَرُ وَلَهُۥ ذُرِّيَّةٞ ضُعَفَآءُ فَأَصَابَهَآ إِعۡصَارٞ فِيهِ نَارٞ فَٱحۡتَرَقَتۡۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِ لَعَلَّكُمۡ تَتَفَكَّرُونَ ٢٦٦

Apakah salah seorang di antara kamu ingin memiliki kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, di sana dia memiliki segala macam buah-buahan. Kemudian, datanglah masa tua, sedangkan dia memiliki keturunan yang masih kecil-kecil. Lalu, kebun itu ditiup angin kencang yang mengandung api sehingga terbakar. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan(-nya).


[QS. Al-Baqoroh ayat 266]

Dalam ayat yang lain, Allah subhanahu wata’ala juga membuat perumpamaan tentang kehidupan dunia dengan peristiwa alam. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

إِنَّمَا مَثَلُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا كَمَآءٍ أَنزَلۡنَٰهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ فَٱخۡتَلَطَ بِهِۦ نَبَاتُ ٱلۡأَرۡضِ مِمَّا يَأۡكُلُ ٱلنَّاسُ وَٱلۡأَنۡعَٰمُ حَتَّىٰٓ إِذَآ أَخَذَتِ ٱلۡأَرۡضُ زُخۡرُفَهَا وَٱزَّيَّنَتۡ وَظَنَّ أَهۡلُهَآ أَنَّهُمۡ قَٰدِرُونَ عَلَيۡهَآ أَتَىٰهَآ أَمۡرُنَا لَيۡلًا أَوۡ نَهَارٗا فَجَعَلۡنَٰهَا حَصِيدٗا كَأَن لَّمۡ تَغۡنَ بِٱلۡأَمۡسِۚ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ٢٤

Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunia adalah ibarat air yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah karenanya macam-macam tanaman bumi yang (dapat) dimakan oleh manusia dan hewan ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, terhias, dan pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya (memetik hasilnya), datanglah kepadanya azab Kami pada waktu malam atau siang. Lalu, Kami jadikan (tanaman)-nya seperti tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan secara terperinci ayat-ayat itu kepada kaum yang berpikir.


[QS. Yunus ayat 24]

Pada kesempatan yang lain, Allah subhanahu wata’ala juga memerintahkan hamba-Nya agar bertafakur terhadap isi Al-Quran. Allah subhanahu wata’ala membuat perandaian tentang betapa kuatnya pengaruh Al-Quran terhadap hati jika direnungkan dan dipikirkan (tafakur) sampai-sampai seandainya Al-Quran diturunkan kepada gunung maka gunung akan tunduk serta terpecah belah karena takut kepada Allah. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

لَا يَسۡتَوِيٓ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِ وَأَصۡحَٰبُ ٱلۡجَنَّةِۚ أَصۡحَٰبُ ٱلۡجَنَّةِ هُمُ ٱلۡفَآئِزُونَ ٢٠ لَوۡ أَنزَلۡنَا هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ عَلَىٰ جَبَلٖ لَّرَأَيۡتَهُۥ خَٰشِعٗا مُّتَصَدِّعٗا مِّنۡ خَشۡيَةِ ٱللَّهِۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَٰلُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ ٢١

Tidak sama para penghuni neraka dengan para penghuni surga. Penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.

Seandainya Kami turunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah karena takut kepada Allah. Perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir.


[QS. Al-Hasyr ayat 20-21]

Allah subhanahu wata’ala menyebutkan berbagai macam makhluk-Nya di langit dan bumi serta menyebutkan sifat-sifat-Nya dan juga nikmat-nikmat yang telah Ia berikan kepada para hamba-Nya agar mereka bertafakur terhadapnya. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

ٱللَّهُ ٱلَّذِي رَفَعَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ بِغَيۡرِ عَمَدٖ تَرَوۡنَهَاۖ ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۖ وَسَخَّرَ ٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَۖ كُلّٞ يَجۡرِي لِأَجَلٖ مُّسَمّٗىۚ يُدَبِّرُ ٱلۡأَمۡرَ يُفَصِّلُ ٱلۡأٓيَٰتِ لَعَلَّكُم بِلِقَآءِ رَبِّكُمۡ تُوقِنُونَ ٢ وَهُوَ ٱلَّذِي مَدَّ ٱلۡأَرۡضَ وَجَعَلَ فِيهَا رَوَٰسِيَ وَأَنۡهَٰرٗاۖ وَمِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِ جَعَلَ فِيهَا زَوۡجَيۡنِ ٱثۡنَيۡنِۖ يُغۡشِي ٱلَّيۡلَ ٱلنَّهَارَۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ٣

Allah yang meninggikan langit tanpa tiang yang (dapat) kamu lihat. Kemudian, Dia bersemayam di atas ‘Arasy serta menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang telah ditentukan (kiamat). Dia (Allah) mengatur urusan (makhluk-Nya) dan memerinci tanda-tanda (kebesaran-Nya) agar kamu meyakini pertemuan (kamu) dengan Tuhanmu.

Dialah yang menghamparkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dia menjadikan padanya (semua) buah-buahan berpasang-pasangan (dan) menutupkan malam pada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.


[QS. Ar-Ra’du ayat 2-3]

Manusia juga diperintahkan untuk bertafakur terhadap akibat yang dialami oleh umat-umat terdahulu serta penyebab-penyebab kehancuran mereka. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

أَوَلَمۡ يَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَيَنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۚ كَانُوٓاْ أَشَدَّ مِنۡهُمۡ قُوَّةٗ وَأَثَارُواْ ٱلۡأَرۡضَ وَعَمَرُوهَآ أَكۡثَرَ مِمَّا عَمَرُوهَا وَجَآءَتۡهُمۡ رُسُلُهُم بِٱلۡبَيِّنَٰتِۖ فَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظۡلِمَهُمۡ وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ ٩

Tidakkah mereka bepergian di bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul)? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka (sendiri) dan mereka telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya melebihi apa yang telah mereka makmurkan. Para rasul telah datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang jelas. Allah sama sekali tidak menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi dirinya sendiri.


[QS. Ar-Rum ayat 9]

C. Macam-macam Tafakur dan Contohnya

1. Tafakur Terhadap Diri Sendiri

Orang yang paling dekat dengan diri kita adalah diri kita sendiri. Orang yang lebih mengetahui tentang diri kita adalah diri kita sendiri. Oleh karena itu, tafakur terhadap diri sendiri adalah tafakur yang paling utama dibandingkan tafakur terhadap makhluk-makhluk lainnya.

Allah subhanahu wata’ala memerintahkan hamba-Nya untuk mentafakuri diri kita sendiri. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

أَوَلَمۡ يَتَفَكَّرُواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۗ

Apakah mereka tidak berpikir tentang (kejadian) dirinya?


[QS. Ar-Rum ayat 8]

Tafakur terhadap diri sendiri meliputi beberapa perkara. Di antaranya adalah :

  • Pertama, tafakur terhadap penciptaan diri kita. Contohnya seperti tafakur tentang bagaimana Allah subhanahu wata’ala menciptakan diri kita, bagaimana Allah subhanahu wata’ala menciptakan jasad yang ada pada diri kita, bagaimana Allah membentuknya, bagaimana Allah menjadikan pendengaran dan pengelihatan yang ada pada diri kita, dan lain sebagainya.
  • Kedua, tafakur terhadap aib-aib buruk yang ada pada diri. Kita tidak akan pernah memperbaiki diri kita sendiri sebelum kita bertafakur terhadap aib-aib yang ada pada diri kita. Ketika kita telah menyadari aib-aib dan kesalahan yang ada pada diri kita maka kita akan berusaha untuk tidak terjatuh kembali kepada kesalahan yang sama.
  • Ketiga, tafakur terhadap keadaan keluarga, istri, dan anak-anak kita. Allah subhanahu wata’ala menciptakan istri-istri kita dari diri kita sendiri dan menciptakaan anak-anak kita dari tulang sulbi kita. Demikian pula ayah ibu kita juga bagian dari diri kita karena kita berasal dari mereka berdua. Oleh karena itu, hendaknya kita bertafakur terhadap keadaan keluarga kita karena hal itu juga merupakan bagian dari mentafakuri diri sendiri.

2. Tafakur Terhadap Ciptaan Allah

Ada banyak sekali keajaiban-keajaiban yang menunjukkan hikmah, kekuasaan, dan keagungan Allah subhanahu wata’ala di dalam ciptaan-Nya. Jika kita mentafakurinya maka kita akan semakin mengenal akan sifat-sifat Allah serta menyadari bahwa bahwa Allah tidak menciptakan itu semua dengan sia-sia tanpa adanya tujuan. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلٗا سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ١٩١

Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka.


[QS. Ali Imron ayat 191]

Sebagai manusia, kita wajib mengambil hikmah dari ilmu pengetahuan alam yang kita pelajari dengan cara mentafakurinya. Betapa banyak ciptaan Allah yang dahulu belum diketahui oleh manusia namun pada saat ini sudah ditemukan dan diketahui. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak ciptaan-ciptaan Allah yang belum kita ketahui.

Contohnya adalah makhluk mikroorganisme. Dahulu manusia belum mengenal dan mengetahui keberadaan makhluk tersebut. Namun, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia pun mulai menemukan dan mengetahuinya, bahkan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Subhanallah! Maha benar firman Allah subhanahu wata’ala :

وَيَخۡلُقُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٨

Allah menciptakan apa yang tidak kamu ketahui.


[QS. An-Nahl ayat 8]

Bahkan, sebelum kita menemukan dan mengetahui keberadaan makhluk-makhluk tersebut, Allah telah mengetahuinya dan telah tercatat di dalam kitab lauhul-mahfudz. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

وَمَا يَعۡزُبُ عَن رَّبِّكَ مِن مِّثۡقَالِ ذَرَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِي ٱلسَّمَآءِ وَلَآ أَصۡغَرَ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكۡبَرَ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٍ ٦١

Tidak ada yang luput sedikit pun dari (pengetahuan) Tuhanmu, walaupun seberat zarah, baik di bumi maupun di langit. Tidak ada sesuatu yang lebih kecil dan yang lebih besar daripada itu, kecuali semua tercatat dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).


[QS. Yunus ayat 61]

3. Tafakur Terhadap Nikmat-nikmat Allah

Bertafakur terhadap nikmat-nikmat Allah adalah perkara yang sangat penting. Jabatan yang saat ini kita miliki, istri yang dahulu tidak kita kenal lalu saat ini menjadi pasangan kita bahkan menjadi orang yang paling dekat dengan kita, dan keamanan yang Allah limpahkan kepada kita adalah contoh nikmat-nikmat dari Allah yang harus kita tafakuri. Seandainya Allah tidak melimpahkan nikmat tersebut maka kita tidak akan pernah mendapatkannya.

4. Tafakur Terhadap Dunia dan Akhirat

Allah subhanahu wata’ala berfirman :

لَعَلَّكُمۡ تَتَفَكَّرُونَ ٢١٩ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۗ

agar kamu berpikir tentang dunia dan akhirat.


[QS. Al-Baqarah ayat 219-220]

Tafakur terhadap dunia adalah memikirkan dan menyadari bahwa dunia adalah fana dan akan kita tinggalkan setelah kematian kita. Sedangkan tafakur terhadap akhirat adalah memikirkan dan menyadari bahwa akhirat adalah kekal dan akan kita jumpai setelah kematian kita. Dengan kita mentafakuri dunia dan akhirat maka kita akan mengetahui betapa akhirat itu lebih baik dan lebih utama untuk diperjuangkan dari pada dunia.

D. Batasan-batasan dalam Tafakur

Meskipun tafakur adalah perkara yang diwajibkan dalam Islam, tafakur memiliki batas-batas yang perlu diperhatikan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Di antara cara manusia dalam memuaskan rasa ingin tahunya adalah dengan memikirkannya. Oleh karena itu, tafakur harus dibatasi. Jika tafakur tidak dibatasi maka dapat membahayakan akal dan agama seseorang. Berikut beberapa batasan tafakur yang wajib diperhatikan agar kita tidak melampaui batasan tersebut :

1. Tafakur Terhadap Dzat Allah

Batasan tafakur yang pertama adalah tafakur terhadap dzat Allah subhanahu wata’ala. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

تَفَكَّرُوا فِي آلَاءِ اللَّهِ، وَلَا تَتَفَكَّرُوا فِي اللَّهِ

Bertafakurlah terhadap nikmat-nikmat Allah dan janganlah bertafakur terhadap Allah.


[HR. Thabrani no. 6319]

Berdasarkan hadits di atas, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk bertafakur terhadap nikmat-nikmat Allah berupa ciptaan-ciptaanNya yang banyak memberi manfaat kepada kita dan melarang kita untuk memikirkan dzat Allah subhanahu wata’ala. Jika terbesit dalam pikiran kita tentang dzat Allah subhanahu wata’ala maka hendaknya kita segera menghentikannya dan memohon perlindungan kepada Allah subhanahu wata’ala serta memalingkannya kepada yang lain.

Adapun tafakur terhadap makna-makna yang terkandung dalam nama-nama dan sifat-sifat Allah subhanahu wata’ala tanpa memikirkan kaifiyatnya maka ini diperbolehkan bahkan diperintahkan.

Contohnya bertafakur terhadap sifat Allah yaitu Ar-Razzaq (الرزاق) Yang Maha Memberi Rezeki. Tafakur terhadap sifat Allah Ar-Razzaq adalah dengan memikirkan rezeki yang Allah berikan kepada kita. Adakalanya rezeki itu datang dengan dicari dan adakalanya datang dengan sendirinya dari arah yang tidak terduga.

2. Tafakur Terhadap Perkara Ghaib

Batasan tafakur yang kedua adalah tafakur terhadap perkara-perkara ghaib yang disembunyikan oleh Allah. Perhatikan firman Allah subhanahu wata’ala berikut ini :

وَنُنشِئَكُمۡ فِي مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٦١

dan menciptakanmu kelak dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.


[QS. Al-Waqi’ah ayat 61]

Ayat di atas menunjukkan bahwa ada suatu kejadian dan ciptaan yang disembunyikan oleh Allah dan tidak mungkin diketahui oleh manusia sehingga kita tidak diperbolehkan membuang waktu untuk bertafakur terhadap perkara tersebut.

Misalnya tafakur terhadap perkara nyawa atau roh. Bertafakur terhadap roh adalah perbuatan yang sia-sia karena roh adalah perkara ghaib yang hanya diketahui oleh Allah. Seandainya kita membahas dan menelitinya maka kita pasti akan menyerah karena keterbatasan kemampuan kita. Selain itu, bertafakur terhadapnya hanya akan membuang-buang harta dan tenaga, bahkan dapat membuat kita terjatuh dalam keraguan dan syubhat. Perhatikan firman Allah subhanahu wata’ala berikut ini :

وَيَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلرُّوحِۖ قُلِ ٱلرُّوحُ مِنۡ أَمۡرِ رَبِّي وَمَآ أُوتِيتُم مِّنَ ٱلۡعِلۡمِ إِلَّا قَلِيلٗا ٨٥

Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang roh. Katakanlah, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit.”


[QS. Al-Isra’ ayat 85]

Ayat di atas, menceritakan tentang para sahabat yang bertanya perihal roh kepada Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam. Ketika mereka menanyakan hal itu maka Allah perintahkan kepada beliau untuk menghentikan rasa penasaran mereka dengan menjawab : “Roh itu termasuk urusan Tuhanku”. Dengan jawaban tersebut, diharapkan mereka tidak penasaran dan memikirkan roh terlalu jauh.

Demikian pula, hendaknya kita tidak bertafakur tentang perkara-perkara ghaib yang tidak mungkin disingkap dan dibuktikan secara empiris, seperti malaikat, jin, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, wajib bagi seorang muslim untuk mengimaninya dan tidak memikirkannya terlalu jauh sehingga keluar dari apa yang telah diinformasikan oleh syariat.

3. Tafakur Terhadap Perkara Yang Tidak Bermanfaat

Tafakur yang diperintahkan dalam Islam adalah tafakur yang bermanfaat dan berfaedah. Tafakur yang bermanfaat dan berfaedah adalah tafakur yang menyebabkan seseorang semakin dekat kepada Allah subhanahu wata’ala. Di antara tafakur yang bermanfaat ialah :

  1. Tafakur tentang kemaslahatan akhirat
  2. Tafakur tentang bagaimana cara memperoleh kemaslahatan akhirat
  3. Tafakur tentang mafsadat akhirat
  4. Tafakur tentang bagaimana cara menjauhi mafsadat akhirat

Keempat jenis tafakur di atas adalah tafakur yang paling utama. Adapun tingkatan tafakur yang di bawahnya adalah sebagai berikut :

  1. Tafakur tentang kemaslahatan dunia
  2. Tafakur tentang bagaimana cara mendapatkan kemasalahatan dunia
  3. Tafakur tentang mafsadat dunia
  4. Tafakur tentang bagaimana cara menghindari mafsadat dunia

Kedelapan jenis tafakur di atas adalah tafakurnya orang-orang yang berakal. Sebaliknya, tafakur yang keluar dari delapan perkara di atas adalah tafakur yang sia-sia. Maka dari itu, mentafakuri hal-hal selain kedelapan di atas adalah tafakur yang tidak bermanfaat dan tidak dianjurkan di dalam Islam. Jika kita mentafakuri hal-hal yang tidak bermanfaat maka dapat membahayakan diri kita dan menjauhkan diri kita dari Allah subhanahu wata’ala.

Related Posts :