17 Adab Ketika Buang Hajat Menurut Islam Sesuai Sunnah

Adab Ketika Buang Hajat

Adab ketika buang hajat adalah salah satu adab yang mulai banyak dilupakan oleh banyak kaum muslimin. Banyak di antara kaum muslimin yang bahkan tidak mengetahui atau bahkan sengaja meninggalkan adab-adab ketika buang hajat. Padahal jika seorang muslim mengamalkan adab buang hajat maka ia akan memperoleh banyak manfaat. Bahkan, jika adab-adab tersebut diamalkan dalam rangka mengikuti sunnah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam maka akan mendapatkan pahala.

Berikut ini ada 17 adab buang hajat dalam Islam menurut sunnah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam yang telah kami rangkum dari berbagai hadits.

1. Hendaknya Buang Hajat di Tempat Tertutup

Sebagai seorang muslim, menjaga aurat dan kehormatan adalah sebuah keharusan. Oleh karena itu, ketika hendak buang hajat maka hendaknya kita melakukannya di tempat yang tertutup. Dalam sebuah hadits dari Mughiroh bin Syu’bah ia mengatakan :

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا ‌ذَهَبَ ‌الْمَذْهَبَ أَبْعَدَ

Bahwasanya Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam ketika hendak pergi untuk buang hajat maka ia menjauh.


[HR. Abu Dawud no. 1]

2. Tidak Buang Hajat di Sembarang Tempat

Salah satu ciri muslim yang ideal adalah ketika ia bisa membuat orang lain tidak terganggu dengan ucapan dan perbuatannya. Oleh karena itu, ketika buang hajat maka hendaknya kita tidak membuangnya di sembarang tempat karena dapat mengganggu orang lain. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ ‌الثَّلَاثَةَ: الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ، وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ، وَالظِّلِّ

Takutklah kalian pada tiga tempat pemicu laknat yaitu : membuang hajat di saluran air, di tengah jalan, dan di tempat berteduh.


[HR. Abu Dawud no. 26]

3. Tidak Buang Hajat di Perkuburan Kaum Muslimin

Ketika buang hajat maka janganlah membuangnya diperkuburan kaum muslimin karena itu adalah perbuatan yang buruk. Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

لَأَنْ أَمْشِيَ عَلَى جَمْرَةٍ أَوْ سَيْفٍ، أَوْ أَخْصِفَ نَعْلِي بِرِجْلِي، أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَمْشِيَ عَلَى قَبْرِ مُسْلِمٍ، وَمَا أُبَالِي أَوَسَطَ الْقُبُورِ قَضَيْتُ حَاجَتِي، أَوْ وَسطَ السُّوقِ

Sungguh aku berjalan di atas bara api atau pedang, atau aku menambal sandalku dengan kakiku itu lebih aku sukai dari pada aku berjalan di atas kuburan seorang muslim, dan aku tidak peduli apakah aku buang hajat di tengah kuburan atau di tengah pasar (itu semua sama buruknya).


[HR. Ibnu Majah no. 1567]

4. Tidak Membawa Sesuatu Bertuliskan Nama Allah

Nama Allah adalah nama yang mulia dan wajib dimuliakan, sedangkan tempat untuk buang hajat adalah tempat yang kotor dan najis. Oleh karena itu, tidak sepatutnya seorang muslim membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah ke dalam kamar mandi atau tempat apapun yang digunakan untuk buang hajat.

5. Masuk Kamar Mandi dengan Kaki Kiri dan Berdoa

Ketika memasuki kamar mandi maka hendaknya kita mengucapkan “بِسْمِ اللَّهِ” dan “اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ ‌الْخُبُثِ ‌وَالْخَبَائِثِ”. Lalu, barulah kita masuk ke kamar mandi dengan mendahulukan kaki kiri terlebih dahulu. Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

سِتْرُ ‌مَا ‌بَيْنَ ‌الْجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِي آدَمَ إِذَا دَخَلَ الْكَنِيفَ أَنْ يَقُولَ: بِسْمِ اللَّهِ

Penghalang antara jin dan aurat manusia ketika masuk kamar mandi adalah dengan mengucapkan : “بِسْمِ اللَّهِ”.


[HR. Ibnu Majah no. 297]

Disebutkan pula dalam hadits yang lain dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu bahwa ia berkata :

كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ الْخَلَاءَ قَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ ‌الْخُبُثِ ‌وَالْخَبَائِثِ

Dahulu, ketika Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam masuk ke kamar mandi maka beliau mengucapkan : “اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ ‌الْخُبُثِ ‌وَالْخَبَائِثِ” (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki maupun perempuan).


[HR. Bukhari no. 6322]

6. Dianjurkan Kencing dengan Duduk

Ketika kita kencing maka sebaiknya kita melakukannya sambil duduk. Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Aisyah radhiyallahu 'anha mengatakan :

مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم ‌بالَ ‌قائمًا ‌فلا تُصَدِّقُوه؛ ما كان يَبُولُ إلا جالسًا

Siapa saja yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam kencing berdiri, maka jangan dipercaya, beliau tidak pernah kencing kecuali sambil duduk.


[HR. Nasa’iy no. 29]

Namun, jika ingin kencing sambil berdiri maka syaratnya adalah kita harus memastikan tubuh dan pakaian aman dari percikan kencing. Berdasarkan hadits dari Hudzaifah radhiyallahu 'anhu mengatakan :

كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، فَانْتَهَى إِلَى ‌سُبَاطَةِ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا، فَتَنَحَّيْتُ، فَقَالَ: ادْنُهْ، فَدَنَوْتُ حَتَّى قُمْتُ عِنْدَ عَقِبَيْهِ، فَتَوَضَّأَ، فَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ

Aku pernah berjalan bersama Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, ketika kami sampai di suatu tempat pembuangan sampah suatu kaum beliau kencing sambil berdiri, maka aku pun menjauh dari tempat tersebut. Setelah itu beliau bersabda: “Kemarilah!” Aku pun menghampiri beliau hingga aku berdiri di samping kedua tumitnya. Beliau lalu berwudhu dengan menyapu bagian atas sepasang khuf beliau.


[HR. Muslim no. 273]

7. Dimakruhkan Berbicara Ketika Buang Hajat

Diriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu ia mengatakan:

أَنَّ رَجُلًا مَرَّ وَرَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ‌يَبُولُ ‌فَسَلَّمَ، ‌فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ

Sesungguhnya ada seorang lelaki melewati Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam ketika kencing, lalu ia mengucapkan salam, namun beliau tidak menjawabnya.


[HR. Muslim no. 370]

Berdasarkan hadits tersebut, kita mengetahui bahwa Rasulullah enggan menjawab salam ketika sedang kencing. Padahal, menjawab salam hukumnya adalah wajib. Namun, jika dilakukan saat buang hajat maka menjadi makruh karena terdapat penyebutan nama Allah di dalam salam. Maka dari itu, mengucapkan sesuatu yang di dalamnya disebut nama Allah ketika buang hajat juga dimakruhkan.

Tidak hanya itu, berbicara hal-hal yang tidak diperlukan ketika buang hajat pun juga dimakruhkan. Imam An-Nawawi mengatakan :

وَكَذَلِكَ يُكْرَهُ الْكَلَامُ عَلَى قَضَاءِ الْحَاجَةِ بِأَيِّ نَوْعٍ كَانَ مِنْ أَنْوَاعِ الْكَلَامِ وَيُسْتَثْنَى مِنْ هَذَا كُلِّهِ مَوْضِعُ الضَّرُورَةِ

Demikian pula berbicara ketika buang hajat juga dimakruhkan apapun jenis pembicaraannya, namun semua ini dikecualikan jika dalam keadaan darurat.


[Syarah Shahih Muslim : Jilid 4/hlm. 65]

8. Dimakruhkan Kencing di Lubang Tanah

Ketika kita kencing maka hindari mengarahkannya ke lubang tanah karena perbuatan tersebut dimakruhkan. Disebutkan dalam sebuah hadits :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَرْجِسَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْجُحْرِ، قَالُوا لِقَتَادَةَ: مَا يُكْرَهُ مِنَ الْبَوْلِ فِي الْجُحْرِ؟ قَالَ: كَانَ يُقَالُ إِنَّهَا ‌مَسَاكِنُ ‌الْجِنِّ

Dari Abdullah bin Sarjis ia berkata : “Bahwa Rasulullah melarang kencing di lubang.” Mereka bertanya : “Apa yang membuat kencing di lubang dilarang?” Dia menjawab : “Dikatakan bahwa lubang itu adalah tempat tinggal jin.”


[HR. Abu Dawud no. 29]

9. Tidak Kencing di Air Menggenang

Dalam Islam, air yang menggenang haram untuk dikencingi. Bisa jadi air tersebut dibutuhkan untuk keperluan bagi manusia ataupun bagi hewan-hewan berkeliaran seperti kucing atau pun anjing. Disebutkan dalam sebuah hadits dari Jabir ia mengatakan :

أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْمَاءِ ‌الرَّاكِدِ

Bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam melarang kencing di air yang menggenang.


[HR. Muslim no. 281]

10. Tidak Menggunakan Tangan Kanan

Ketika buang hajat maka janganlah menyentuh kemaluan ataupun beristinja dengan tangan kanan. Tangan kanan hendaknya digunakan untuk perkara-perkara yang baik dan bukan untuk membersihkan kotoran ataupun beristinja. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

لَا ‌يُمْسِكَنَّ ‌أَحَدُكُمْ ‌ذَكَرَهُ ‌بِيَمِينِهِ وَهُوَ يَبُولُ، وَلَا يَتَمَسَّحْ مِنَ الْخَلَاءِ بِيَمِينِهِ

Janganlah salah seorang dari kalian memegang kemaluannya dengan tangan kanan ketika kencing dan janganlah istinja dengan tangan kanan.


[HR. Muslim no. 267]

11. Tidak Menghadap Atau Membelakangi Kiblat

Ketika buang hajat, hendaknya kita tidak menghadap kiblat ataupun membelakanginya. Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

إِذَا ‌أَتَيْتُمُ ‌الْغَائِطَ ‌فَلَا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلَا تَسْتَدْبِرُوهَا بِبَوْلٍ وَلَا غَائِطٍ، وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا

Jika kalian mendatangi tempat buang hajat maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya; baik saat buang air besar ataupun buang air kecil. Akan tetapi, menghadaplah ke timur atau ke barat.


[HR. Muslim no. 264]

Maksud dari “menghadaplah ke timur atau ke barat” adalah diperuntukan bagi penduduk Madinah karena kota Madinah berada di utara kota Mekah. Maka dari itu, jika tempat tinggal kita berada di timur atau barat kota Mekah maka hendaknya menghadap ke utara atau selatan.

12. Tidak Membaca Atau Membawa Mushaf Al-Quran

Al-Quran adalah kalam Allah. Seorang muslim wajib memuliakan Al-Quran dan tidak menghinakannya. Di antara perilaku memuliakan Al-Quran adalah tidak membacanya di kamar mandi. Demikian pula tidak membawa mushaf atau sesuatu yang terdapat ayat Al-Quran juga termasuk perilaku memuliakan Al-Quran. Oleh karena itu, hindarilah membaca ayat-ayat Al-Quran atau membawa mushaf Al-Quran ketika berada di kamar mandi ataupun ketika buang hajat.

13. Dimakruhkan Berlama-lama Saat Buang Hajat

Sebagai seorang muslim, kita harus berprinsip bahwa waktu adalah perkara yang sangat berharga. Waktu yang diberikan oleh Allah hendaknya kita gunakan sebaik mungkin untuk hal-hal yang bermanfaat. Oleh karena itu, janganlah seorang muslim berlama-lama saat buang hajat dengan bermain-main atau melakukan hal-hal yang tidak perlu. Bersegeralah menyelesaikan hajat ketika telah cukup untuk diselesaikan.

14. Hendaknya Istinja dan Istijmar

Sebagai seorang muslim, hendaknya kita menjaga kebersihan kita dari kotoran maupun najis. Oleh karena itu, setelah buang hajat, hendaknya kita melakukan istinja atau istijmar.

Apa Itu Istinja?

Istinja adalah membersihkan kotoran pada kubul atau dubur dengan menggunakan air. Disebutkan dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik bahwa ia mengatakan :

كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَدْخُلُ الْخَلَاءَ فَأَحْمِلُ أَنَا وَغُلَامٌ نَحْوِي إِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ وَعَنَزَةً، ‌فَيَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ

Pernah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam masuk ke kamar mandi. Lalu, aku bersama temanku membawakan bejana berisi air dan sebatang kayu. Lalu, beliau beristinja dengan air tersebut.


[HR. Muslim no. 271]

Apa Itu Istijmar?

Istijmar adalah membersihkan kotoran pada kubul atau dubur dengan sesuatu yang suci, seperti batu, tisu, kertas, daun atau sesuatu yang sefungsi dengannya. Jika seseorang beristijmar maka minimal ia melakukannya dengan tiga buah batu, atau tiga lembar tisu, atau yang sefungsi dengannya. Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

إِذَا ‌ذَهَبَ ‌أَحَدُكُمْ ‌إِلَى ‌الْغَائِطِ، فَلْيَذْهَبْ مَعَهُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ يَسْتَطِيبُ بِهِنَّ، فَإِنَّهُنَّ تُجْزِئُ عَنْهُ

Ketika salah seorang di antara kalian pergi ke tempat buang hajat maka bawalah tiga buah batu untuk beristinja, karena sesungguhnya itu mencukupinya.


[HR. Ahmad no. 25012]

15. Tidak Istijmar dengan Kotoran Hewan Atau Tulang

Tujuan dari istijmar adalah mensucikan dan membersihkan dubur atau kubul dari kotoran. Oleh karena itu, janganlah beristijmar dengan kotoran hewan atau tulang. Disebutkan dalam sebuah hadits dari Salman Al-Farisi ia mengatakan :

لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ ‌بِعَظْمٍ

Sungguh beliau melarang kami buang air besar atau buang air kecil dengan menghadap kiblat, atau istinja dengan tangan kanan, atau istinja dengan batu kurang dari tiga, atau istinja dengan kotoran hewan atau tulang.


[HR. Muslim no. 262]

16. Mencuci Tangan Setelah Selesai

Ketika selesai buang hajat maka hendaknya kita mencuci atau membersihkan tangan dari kotoran. Disebutkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata :

كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا أَتَى الْخَلَاءَ، أَتَيْتُهُ بِمَاءٍ فِي تَوْرٍ أَوْ رَكْوَةٍ فَاسْتَنْجَى، قَالَ أَبُو دَاوُدَ: فِي حَدِيثِ وَكِيعٍ: ‌ثُمَّ ‌مَسَحَ ‌يَدَهُ ‌عَلَى ‌الْأَرْضِ، ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِإِنَاءٍ آخَرَ فَتَوَضَّأَ

Ketika Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam ke kamar mandi, aku membawakannya air di bejana, lalu beliau beristinja, kemudian beliau mengusap tangannya ke tanah, kemudian aku membawakannya satu bejana lagi, dan beliau pun berwudhu dengannya.


[HR. Abu Dawud no. 45]

17. Keluar Kamar Mandi Kaki Kanan dan Berdoa

Ketika telah keluar dari kamar mandi setelah selesai buang hajat, maka dianjurkan keluar dengan kaki kanan terlebih dahulu lalu membaca : “‌غُفْرَانَكَ”. Disebutkan dalam sebuah hadits dari Aisyah radhiyallahu 'anha ia berkata :

كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا خَرَجَ مِنَ الْخَلَاءِ، قَالَ: ‌غُفْرَانَكَ

Dahulu, ketika Nabi keluar dari kamar mandi beliau mengucapkan “‌غُفْرَانَكَ (aku mengharapkan ampunan-Mu)”.


[HR. Tirmidzi no. 7]

Referensi Bacaan

  • Adabul-Muslim fil-Yaumi wal-Lailah
  • Fiqih Al-Muyassar fi Dhouil-Kitab was-Sunnah

Related Posts :