Apa pengertian hukum taklifi? Hukum taklifi adalah hukum yang dibebankan kepada mukallaf untuk mengerjakan atau meninggalkan suatu pekerjaan, dan pilihan antara mengerjakan atau meninggalkan pekerjaan. Pada pelajaran ushul fiqih kali ini, kita akan mempelajari bersama apa saja macam-macam hukum taklifi dan pembagiannya yang dilengkapi dengan contohnya.
Dari pada berlama-lama, mari langsung saja kita bahas macam-macam hukum taklifi dan pembagiannya dalam ilmu ushul fiqih :
Macam-macam Hukum Taklifi
Hukum taklifi ada lima macam, yaitu :
- Wajib
- Mandub
- Haram
- Makruh
- Mubah
Berikut pembahasan lebih detail mengenai kelima macam hukum taklifi :
1. Wajib
Macam hukum taklifi yang pertama adalah wajib (arab : وَاجِبٌ). Apa itu wajib? Wajib adalah : "suatu perintah yang dibebankan kepada mukallaf yang sifatnya harus dikerjakan". Seorang mukallaf akan mendapatkan ganjaran apabila melaksanakan perkara wajib dan mendapatkan hukuman atau dosa jika meninggalkan perkara wajib.
Di kalangan para ahli ushul fiqih, wajib juga dikenal dengan istilah fardhu (arab : فَرْضٌ) atau faridhah (arab : فَرِيْضَةٌ), hatman (arab : حَتْمًا) atau mahtum (arab : مَحْتُوْمٌ), dan juga lazim (arab : لَازِمٌ). Istilah-istilah tersebut memiliki kesamaan makna menurut kebanyakan para ulama.
Adapun menurut ulama Hanafiyyah, mereka membedakan antara fardhu dan wajib. Menurut mereka fardhu adalah istilah untuk menyebut suatu hukum yang ditetapkan dengan dalil qoth'i (arab : قَطْعِيٌّ) seperti dalil dari Al-Quran dan hadits yang mutawatir. Sedangkan wajib adalah istilah untuk menyebut suatu hukum yang ditetapkan dengan dalil dzonni (arab : ظَنِّيٌّ) seperti hadits ahad.
Hukum wajib sendiri terbagi menjadi empat bagian, yaitu :
- Berdasarkan keterikatannya dengan waktu :
- Wajib Muthlaq (arab : وَاجِبٌ مُطْلَقٌ). Wajib muthlaq adalah kewajiban yang waktu pelaksanaannya luas dan tidak terikat dengan waktu. Contoh : menqodho' puasa Ramadhan.
- Wajib Muqayyad (arab : وَاجِبٌ مُقَيَّدٌ). Wajib muqayyad adalah kewajiban yang pelaksanaannya terikat oleh waktu. Contoh : sholat lima waktu, puasa Ramadhan, dan lain sebagainya.
- Berdasarkan ketentuan obyeknya :
- Wajib Mu'ayyan (arab : وَاجِبٌ مُعَيَّنٌ). Wajib mu'ayyan adalah kewajiban yang sudah ditentukan, seperti wajibnya berpuasa di bulan Ramadhan, wajibnya ibadah Haji, dan lain sebagainya.
- Wajib Mukhayyar (arab : وَاجِبٌ مُخَيَّرٌ). Wajib mukhayyar adalah kewajiban yang dibolehkan untuk menentukan salah satu di antara beberapa pilihan. Contoh : kaffarah bagi orang yang melanggar sumpah yaitu memilih antara memberi makan kepada sepuluh orang misikin, atau memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan budak, atau jika tidak sanggup melakukan di antara tiga pilihan sebelumnya maka ia harus berpuasa selama tiga hari berturut-turut.
- Berdasarkan kadarnya :
- Wajib Muhaddad (arab : وَاجِبٌ مُحَدَّدٌ). Wajib muhaddad adalah kewajiban yang telah ditentukan kadarnya. Contoh : jumlah rokaat pada sholat wajib, jumlah pembayaran zakat, dan lain sebagainya.
- Wajib Ghairu Muhaddad (arab : وَاجِبٌ غَيْرُ مُحَدَّدٍ). Wajib ghairu muhaddad adalah kewajiban yang tidak ditentukan kadarnya. Contoh : berinfak di jalan Allah, memberi makan anak yatim, bersedekah harta, dan lain sebagainya.
- Berdasarkan subyek hukumya :
- Wajib Ain (arab : وَاجِبٌ عَيْنِي). Wajib Aini atau Fardhu Ain adalah kewajiban yang dibebankan kepada setiap individu. Contoh : shalat lima waktu, berbakti kepada kedua orang tua, dan lain sebagainya.
- Wajib Kifa'i (arab : وَاجِبٌ كِفَائِي). Wajib Kifa'i atau Fardhu Kifayah adalah kewajiban yang dibebankan secara kolektif. Yaitu apabila sudah terwakili dari suatu kelompok maka kewajiban kelompok tersebut dinyatakan gugur. Contoh : sholat jenazah, amar ma'ruf nahi mungkar, berperang, dan lain sebagainya.
2. Mandub
Macam hukum taklifi yang kedua adalah mandub (arab : مَنْدُوْبٌ). Apa itu mandub? Mandub adalah perintah yang sifatnya tidak harus dikerjakan. Jika seseorang mengerjakan perkara mandub dengan niat mencari ridho dan pahala dari Allah maka ia akan mendapatkan apa yang ia harapkan. Sebaliknya, jika seseorang tidak mengerjakan perkara mandub maka ia tidak mendapatkan dosa.
Di kalangan para ulama, mandub juga dikenal dengan istilah sunnah (arab : سُنَّةٌ), masnun (arab : مَسْنُوْنٌ), mustahab (arab : مُسْتَحَبٌّ) atau istihbab (arab : اسْتِحْبَابٌ), nafl (arab : نَفْلٌ) atau nafilah (arab : نَافِلَةٌ), thathawwu' (arab : تَطَوُّعٌ), dan fadhilah (arab : فَضِيْلَةٌ).
Mandub atau sunnah terbagi menjadi dua tingkatan, yaitu :
- Sunnah Muakkadah (arab : سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٍ). Apa itu sunnah muakkadah? Sunnah muakkadah adalah sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan. Hal ini dikarenakan Rasulullah selalu mengerjakan sunnah tersebut. Contoh : Shalat sunnah dua rakaat sebelum subuh, shalat sunnah rawatib, dll.
- Sunnah Ghairu Muakkadah (arab : سُنَّةٌ غَيْرُ مُؤَكَّدَةٍ). Apa itu sunnah ghairu muakkadah? Sunnah ghairu muakkadah adalah sunnah yang tidak terlalu ditekankan untuk dikerjakan. Hal ini dikarenakan Rasulullah terkadang mengerjakan dan terkadang tidak mengerkannya. Contoh : shalat empat rakaat sebelum dan sesudah shalat dzuhur, shalat tarawih, dll.
3. Haram
Macam hukum taklifi yang ketiga adalah haram (arab : حَرَامٌ). Apa itu haram? Haram adalah larangan yang harus ditinggalkan. Jika seseorang meninggalkan larangan karena mengharapkan ridho dan pahala dari Allah maka ia akan mendapatkan apa yang ia harapkan. Namun, jika seseorang menerjang larangan maka ia diancam dengan azab dari Allah .
Dikalangan para ulama, haram juga dikenal dengan istilah mamnu' (arab : مَمْنُوْعٌ) dan mahthur (arab : مَحْطُوْرٌ). Namun, istilah haram adalah istilah yang lebih populer baik itu dikalangan para ulama maupun kalangan awwam.
Haram terbagi menjadi dua, yaitu :
- Haram Lidzatihi (arab : حَرَامٌ لِذَاتِهِ). Apa itu haram lidzatihi? Haram lidzatihi adalah haram karena zatnya memang diharamkan oleh pembuat syariat. Atau dengan kata lain haram lidzatihi adalah haram berdasarkan hukum syariat. Contoh : berbuat syirik, makan babi, mencuri, berzina, durhaka kepada kedua orang tua, menghardik anak yatim, dan lain-lain.
- Haram Lighairihi (arab : حَرَامٌ لِغَيْرِهِ). Apa itu haram lighairihi? Haram lighairihi adalah perkara yang haram karena ada hal lain yang menyebabkan perkara tersebut menjadi haram. Atau dengan kata lain haram lidzatihi adalah perkara yang hukum asalnya adalah boleh bahkan dianjurkan menurut syariat akan tetapi menjadi haram karena ada hal lain yang membuatnya menjadi haram. Biasanya hal yang menyebabkan hal tersebut menjadi haram adalah karena adanya mudhorot atau bahaya.
4. Makruh
Macam hukum taklifi yang keempat adalah makruh (arab : مَكْرُوْهٌ). Apa itu makruh? Makruh adalah larangan yang sifatnya tidak harus dijauhi. Jika seseorang meninggalkan perkara makruh karena mengharapkan ridho dan pahala dari Allah maka ia mendapatkan apa yang ia harapkan. Namun, jika seseorang mengerjakan perkara makruh ia tidaklah berdosa. Hanya saja perkara makruh itu jika dikerjakan maka akan menurunkan kewibawaan seorang muslim.
Menurut ulama Hanafiyyah makruh terbagi menjadi dua, yaitu :
- Makruh Tahrim (arab : مَكْرُوْهٌ تَحْرِيْمٌ). Apa itu makruh tahrim? Makruh tahrim adalah sesuatu yang diharamkan menurut hukum syariat akan tetapi dalilnya bersifat dugaan kuat (Dzannul-wuruud).
- Makruh Tanzih (arab : مَكْرُوْهٌ تَنْزِيْهٌ). Apa itu makruh tanzih? Makruh tanzih adalah perkara yang dianjurkan untuk ditinggalkan.
Istilah makruh adakalanya dimaksudkan untuk menunjukkan hukum haram. Hal ini terjadi pada kalam imam Syafi'i, imam Ahmad, dan juga sebagian ahli hadits. Oleh karena itu, jika kita menjumpai istilah "makruh" pada kalam mereka maka hendaknya kita berhati-hati dan jangan sampai salah menafsirkan. Karena bisa jadi makruh yang dimaksud oleh mereka adalah haram yang sifatnya wajib untuk dijauhi.
5. Mubah
Hukum taklifi yang terakhir adalah mubah (arab : مُبَاحٌ). Apa itu mubah? Mubah adalah perkara yang diperbolehkan. Mubah adalah perkara yang tidak dilarang dan juga tidak diperintahkan. Contohnya seperti : makan, minum, berlari, tidur, berolahraga, dan lain sebagainya.
Di kalangan para ulama, mubah juga dikenal dengan istilah halal (arab : حَلَالٌ) dan juga jaiz (arab : جَائِزٌ).
Ringkasan dan Penutup
Macam-macam hukum taklifi ada lima, yaitu :
- Wajib
- Berdasarkan keterikatan waktu :
- Wajib Muthlaq : wajib yang tidak terikat waktu.
- Wajib Muqayyad : wajib yang terikat waktu.
- Berdasarkan ketentuan obyeknya :
- Wajib Mu'ayyan : wajib yang telah ditentukan objeknya
- Wajib Ghairu Mu'ayyan : wajib yang tidak ditentukan objeknya.
- Berdasarkan kadarnya :
- Wajib Muhaddad : wajib yang telah ditentukan kadarnya.
- Wajib Ghairu Muhaddad : wajib yang tidak ditentukan kadarnya.
- Berdasarkan subyeknya :
- Wajib Aini : wajib yang dibebankan kepada setiap orang.
- Wajib Kifa'i : wajib yang dibebankan secara perwakilan kelompok.
- Mandub Atau Sunnah
- Sunnah muakkadah : sunnah yang sangat ditekankan.
- Sunnah ghairu muakkadah : sunnah yang tidak terlalu ditekankan.
- Haram
- Haram Lidzatihi : sesuatu yang haram secara asal menurut hukum syariat.
- Haram Lighairihi : sesuatu yang haram karena ada penyebab yang membuatnya menjadi haram.
- Makruh
- Makruh Tahrim : larangan menurut hukum syariat yang dalilnya bersifat dugaan kuat.
- Makruh Tanzih : larangan yang sifatnya dianjurkan untuk ditinggalkan.
- Mubah
Wajib adalah suatu perintah yang harus dikerjakan. Wajib terbagi menjadi empat :
Mandub adalah suatu perintah yang tidak harus dikerjakan. Mandub terbagi menjadi dua :
Haram adalah larangan yang harus dijauhi. Haram terbagi menjadi dua :
Makruh adalah larangan yang bersifat tidak harus. Menurut ulama Hanafiyyah makruh terbagi menjadi dua :
Mubah adalah perkara yang diperbolehkan dalam syariat. Tidak dilarang dan juga tidak diperintahkan.
Demikianlah pembahasan macam-macam hukum taklifi dan pembagiannya beserta contohnya. Mudah-mudahan dengan dijelaskannya macam-macam hukum taklifi dan pembagianya dapat mempermudah kita dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan menjauhi larangan-Nya.