Sebagai seorang muslim kita telah diwajibkan untuk menuntut ilmu. Tanpa adanya ilmu maka kita tidak akan bisa mengetahui bagaimana cara beribadah yang benar sesuai dengan kehendak Allah dan Rasul-Nya. Ibadah tanpa ilmupun juga sesuatu yang tidak dibenarkan. Karena Allah sendiri telah melarang hambanya untuk mengamalkan suatu peribadatan tanpa mengetahui dasar ilmunya.
Bahkan Allah akan mempertanyakan apa yang kita perbuat apabila kita mengamalkan suatu peribadatan tanpa dasar ilmu. Namun, ilmu tidak akan bisa membuahkan keberkahan dan manfaat tatkala kita tidak menerapkan adab-adab menuntut ilmu. Maka sepantasnya seorang thalibul ilmi untuk mempelajari dan mengamalkan tata krama dan adab menuntut ilmu.
Berikut ini beberapa penjelasan adab menuntut ilmu yang hendaknya kita amalkan :
A. Niat Ikhlas Karena Allah
Ikhlas adalah membersihkan niat dari perhatian dan pengharapan kepada makhluk ketika beramal. Belajar atau menuntut ilmu adalah perbuatan amal dan merupakan bagian dari perbuatan ketaatan kepada Allah. Maka hal terpenting yang perlu diperhatikan dalam menuntut ilmu adalah meluruskan niat ikhlas karena Allah. Ketika kita sedang duduk bersama ulama’ untuk memperoleh ilmu maka hendaknya tidak mencari-cari cara agar diperhatikan.
Fokuskanlah niat hanya untuk mendapatkan pahala dan perhatian dari Allah semata. Karena amalan yang tidak bersih dari niat yang menyimpang tidak akan diterima oleh Allah.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: أَرَأَيْتَ رَجُلًا غَزَا يَلْتَمِسُ الْأَجْرَ وَالذِّكْرَ، مَالَهُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا شَيْءَ لَهُ. فَأَعَادَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، يَقُولُ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا شَيْءَ لَهُ. ثُمَّ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلَّا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا، وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
Dari Abu Umamah al-Bahaliy, berkata : Seorang laki-laki datang pada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, lalu berkata : “Bagaimana pendapatmu apabila ada seorang yang berperang mengharapkan upah dan pujian? Apakah ia mendapat pahala?” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Dia tidak mendapatkan apapun.” Lalu ia mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda padanya : “Ia tidak mendapatkan apapun.” Kemudian beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali ia melaksanakannya dengan ikhlash dan mengharapkan wajah-Nya.”
[HR. Nasa’i no. 3140]
Hadits tersebut memberikan pelajaran berharga kepada kita bahwa amalan sebesar apapun yang apabila tidak dibersihkan dari niat selain Allah, maka akan sia-sia dan tidak membuahkan hasil. Seorang thalibul ilmi hendaknya berusaha membersihkan hati dari keinginan dipuji karena kepintarannya atau memperoleh upah, baik itu berupa harta, nilai, ataupun penghargaan lainnya.
Namun sayang seribu sayang, banyak saat ini penuntut ilmu yang belajar hanya untuk mencari ijazah, gelar, ataupun nilai. Tatkala nilainya buruk atau tidak berhasil memperoleh ijazah maka dirinya merasa rugi, stres, dan malu. Akan tetapi tatkala ia tidak mendapatkan manfaat dari ilmunya justru sama sekali tidak merasa rugi dan malu. Padahal tujuan dari belajar adalah memperoleh ilmu yang memberikan manfaat dan hikmah dalam kehidupan.
B. Mendengarkan dan Memperhatikan
Termasuk adab menuntut ilmu terhadap guru yang sering sekali diremehkan oleh para pencari ilmu ialah mendengarkan dan memperhatikan ketika muallim memberikan penjelasan. Padahal kebermanfaatan dan keberkahan ilmu yang diperoleh seorang thalib adalah dengan mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru.
Memperhatikan dan mendengarkan pelajaran adalah adab yang dicontohkan oleh para sahabat ketika mereka belajar ilmu dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Sampai-sampai saking besarnya perhatian mereka kepada Rasulullah seakan seperti ada burung yang hinggap dikepala mereka.
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ شَرِيكٍ، قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَإِذَا أَصْحَابُهُ كَأَنَّمَا عَلَى رُءُوسِهِمْ الطَّيْرُ
Dari Usamah bin Syarik, ia berkata : “Aku mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, saat itu para sahabatnya terlihat seakan ada burung di atas kepalanya.”
[HR. Ahmad no. 18453]
C. Tidak Mengharapkan Dunia dari Ilmunya
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang menambahkan ketakwaan kita kepada Allah. Dengan ketakwaan itulah maka kita bisa meraih ridha dari Allah. Apabila Allah sudah ridha kepada kita maka tidak perlu kita mengkhawatirkan kehilangan dunia. Maka dari itulah penuntut ilmu hendaknya tidak mengharapkan dunia dari ilmunya.
مَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ ۖ وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ
Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.
[Q.S Asy-Syuraa ayat 20]
Ketika kita mengharapkan akhirat dari ilmu yang kita miliki maka Allah akan memberikan akhirat kepadanya beserta dunia sebagai bonus baginya. Akan tetapi apabila kita mngharapkan dunia dari ilmu yang kita miliki maka Allah berikan dunia saja tanpa bagian akhirat. Maka dari itu sepantasnya seorang thalibul ilmi hanya mengharapkan akhirat dari ilmunya. Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab At-Tibyan fi Adab Hamalatil Quran mengatakan :
وينبغي أن لا يقصد به توصلا إلى غرض من أغراض الدنيا من مال أو رياسة أو وجاهة أو ارتفاع على أقرانه أو ثناء عند الناس أو صرف وجوه الناس إليه أو نحو ذلك
Dan sepantasnya seseorang tidak memiliki tujuan dengan ilmu yang dimilikinya untuk mencapai kesenangan dunia berupa harta atau ketenaran, kedudukan, keunggulan atas orang-orang lain, pujian dari orang banyak atau ingin mendapatkan perhatian orang banyak dan semisalnya.
[At-Tibyan fi Adab Hamalatil-Quran]
Diriwayatkan pula dari hadits yang shahih bahwa seorang yang mencari ilmu dengan mengharapkan dunia dari ilmunya maka ia tidak akan mencium bau surga
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barang siapa yang menuntut ilmu yang seharusnya ia mengharapkan wajahnya Allah azza wajalla, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan kesenangan dunia maka ia tidak akan menjumpai baunya surga di hari kiamat.
[HR. Abu Dawud no. 3364]
D. Mengamalkan Ilmu
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan. Dan tidaklah dikatakan seorang ‘alim atau berilmu melainkan ia adalah orang yang mencocoki terhadap ilmunya. Ali bin Abu Thalib berpesan kepada para penuntut ilmu bahwa hendaknya mereka mengamalkan ilmu yang mereka peroleh. Sebagaimana riwayat yang dinukil dari sunan Ad-Darimi :
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: يَا حَمَلَةَ الْعِلْمِ اعْمَلُوا بِهِ، فَإِنَّمَا الْعَالِمُ مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ وَوَافَقَ عِلْمُهُ عَمَلَهُ، وَسَيَكُونُ أَقْوَامٌ يَحْمِلُونَ الْعِلْمَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يُخَالِفُ عَمَلُهُمْ عِلْمَهُمْ، وَتُخَالِفُ سَرِيرَتُهُمْ عَلَانِيَتَهُمْ، يَجْلِسُونَ حِلَقًا فَيُبَاهِيَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَغْضَبُ عَلَى جَلِيسِهِ أَنْ يَجْلِسَ إِلَى غَيْرِهِ وَيَدَعَهُ، أُولَئِكَ لَا تَصْعَدُ أَعْمَالُهُمْ فِي مَجَالِسِهِمْ، تِلْكَ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى
Dari Ali radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Wahai orang-orang yang berilmu, beramallah dengan ilmumu. Sesungguhnya orang yang berilmu adalah orang yang mengamalkan ilmunya dan ilmunya sesuai amalannya. Akan ada kaum-kaum yang mereka memiliki ilmu tetapi tidak sampai pada tenggorokan mereka. Perbuatan mereka menyelisihi ilmunya dan batin mereka menyelisihi dhohirnya. Mereka duduk pada suatu halaqoh lalu saling membanggakan antara satu dengan yang lainnya. Sampai-sampai ada seorang yang marah kepada kawan duduknya (muridnya) karena ia belajar pada yang lain dan meninggalkannya. Mereka itulah orang-orang yang amalannya tidak sampai kepada Allah ta’ala.”
[HR. Ad-Darimiy no. 394]
Lihatlah betapa indahnya ungkapan Ali bin Abu Thalib kepada para penuntut ilmu. Beliau berpesan kepada para thalib untuk mengamalkan ilmu yang diperoleh. Akan tetapi apabila kita melihat para penuntut ilmu saat ini justru mereka saling membanggakan ilmunya. Banyaknya ilmu malah tidak menjadikan bermanfaat bagi dirinya sama sekali.
Berapa banyak diantara para penuntut ilmu yang sudah hafal Al-Quran, memahami tafsirnya, mempelajari kitab-kitab hadits, mempelajari puluhan bahkan ratusan kitab fiqih akan tetapi lebih banyak ilmu yang dibanggakannya dari pada yang diamalkan.
Maka dari itu, sepantasnya bagi para penuntut ilmu hendaknya ia mengamalkan ilmunya dengan segenap kemampuannya.
Demikianlah sedikit penjelasan mengenai adab menuntut ilmu bagi para pencari ilmu. Semoga bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Amiin